Sabtu, 12 Maret 2016

Keluargaku




Ketika membaca judul diatas hal yang terlintas di pikiran Saya adalah sebuah pertanyaan, Apa sebenarnya keluarga itu?. Setelah Saya coba membaca artikel di wikipedia, Saya bisa menyimpulkan bahwa keluarga itu adalah suatu unit kecil dalam masyarakat yang terhubung dan saling membutuhkan, mereka hidup dibawah satu atap. Hubungan tersebut bisa berupa hubungan darah, pernikahan, dan pengangkatan, mereka berinteraksi satu sama lain.
Lalu bagaimana dengan keluargaku?, Saya sebagai pemeran utama dalam tulisan ini akan mencoba menceritakan keluarga Saya dan segala keunikannya kepada kalian, bersiap-siaplah.
Keluarga terhubung dalam hubungan darah.
Saya harus membawa kalian terbang jauh ke rumah Saya di Margahurip-Banjaran Kabupaten Bandung, cek Google Maps bila perlu.
Saya menghabiskan masa kecil disana, Saya lahir dari sebuah keluarga kecil dengan D. Sutisman sebagai Ayah biasa dipanggil Bapa, dan seorang Ibu bernama Juariyah biasa dipanggil Mamah.
Bapak adalah seorang yang sangat tegas terkadang keras, Bapak juga sangat menyukai seni, dari mulai seni musik, tarik suara, tari bahkan menggambar. Sewaktu masih muda Bapak senang berkesenian terutama seni tradisional seperti pencak silat, ngawih, nembang, bahkan sampai pernah jadi sinden saweran. Bisa dibilang darah seni yang ada di diri Saya berasal dari Bapak, kalau untuk jadi sinden saweran sih Saya belum sanggup, Saya lebih senang menggambar.
Bapak juga sangat menyukai berkebun dan memelihara binatang, pada masa kejayaannya rumah kami dipenuhi dengan berbagai macam binatang dan beraneka ragam tanaman yang berada di halaman belakang rumah.
Sementara Mamah adalah sosok yang sangat lembut, dan perasa. Beliau adalah wanita paling rajin di rumahku, tiap pagi menyiapkan kebutuhan kami sekeluarga sehari-hari, dan kelebihan Mamah yang paling luar biasa adalah masakan Mamah sangat enak, kalian harus mencobanya kapan-kapan. 
Saya juga harus mengenalkan kepada kalian, di keluargaku sebelum Saya lahir sudah ada yang lebih duluan lahir namanya Santi Sutisman biasa dipanggil Teteh, dia adalah sosok seorang muslimah yang sangat ingin membahagiakan kedua orang tua. Iya, orang tua dia juga orang tua Saya kok.
Dan tentu saja anggota keluarga terakhir adalah Saya, Anak laki-laki satu-satunya, nama Saya? Tidak usah dibahas. Paling ganteng, paling nakal, penakut tapi pinter, bagian pinter itu bukan Saya yang bilang lho, itu kata orang yang sengaja Saya tulis biar Saya punya sisi positif.
Dari kecil Saya memang senang menggambar, besar diasuh oleh tontonan kartun di televisi, tidak berhenti menggambar bahkan sampai hari ini. Hobby Saya ini pun akhirnya menjadi profesi ketika tahun 2013 Saya diterima sebagai ilustrator 2D di sebuah studio game di Bandung bernama Oray Studio. Sekarang Saya sedang senang menulis, lebih tepatnya mengetik di keyboard untuk menuangkan pemikiran Saya kedalam bentuk teks.
Saya bertahan menjadi anak bungsu sampai awal tahun 1995, saat itulah adik pertama Saya lahir Rofi’urrohmah Sutrisman biasa dipanggil Opi.
“Apa? Roti..??, Bagus yaa namanya Roti.”
“bukan… Rofi.”
“Rompi..??.”
“Bukaannn… Rofi.”
Paman Saya sempat kebingungan menyebutkan nama adik Saya yang satu ini ketika pertama kali diperkenalkan kepada keluarga besar Mamah, itulah sebabnya sampai sekarang nama kontak dia di handphone Saya adalah Roti.
Rofi juga seorang muslimah yang sangat ingin membahagiakan orang tuanya, menjadikan Mamah dan Teteh sebagai role model awal,untungnya tidak menjadikan Saya sebagai role model. kini dia sudah kuliah di jurusan PGSD UPI, ketika Saya hubungi via pesan whatsapps dia mengaku sudah di semester 6, apa mau dikata, Saya tidak bisa menyanggahnya.
Rofi sangat senang menulis, entah darimana minat itu pertama kali muncul. Salah satu tulisannya berhasil masuk kompilasi cerpen indi, Saya bangga. Saya pun sedang menekuni hal yang sama, entah siapa yang ketularan atau menularkan pertama kali, tapi sisi positifnya Saya jadi memiliki seorang teman sekaligus saingan yang bisa diajak berbagi dan berlomba untuk urusan menulis.
Posisi Rofi sebagai anak bungsu pun tidak bertahan lama, lima tahun kemudian gelar bungsu diambil alih oleh Salma Nursabila biasa dipanggil De Salma, dia pun menambahkan kata Sutrisman pada namanya sendiri ketika mengetahui saudara-saudarinya memiliki kata itu di akhiran nama mereka.
Salma sangat cengeng gampang menangis, cerewet, tapi setiap kali beradu argumen selalu berakhir dengan air mata. Mungkin dengan bertambahnya usia, intensitas menangis pun jadi berkurang, sekarang Salma duduk di bangku kelas 3 Tsanawiyyah, dia sedang asyik menikmati masa remajanya dengan berbagai aktivitas sekolah terutama ekskul marching band, dia selalu bersemangat setiap kali menceritakan ekskul yang diikutinya itu tampil di luar kota.
Tak apalah posisi bungsu direbut Salma, setidaknya posisi anak paling ganteng masih dipegang Saya.
Keluarga terhubung dalam hubungan pernikahan.
Anggota keluarga baru pun muncul, pada tahun 2005 Teteh menikah dengan teman sekelasnya semasa masih di Aliyah, Solehudin namanya kami biasa memanggilnya Aa. Saat ini beliau bertugas di MAN 1 Ujung berung sebagai tenaga pengajar.
Posisiku sebagai anak paling ganteng pun mulai terancam, apalagi setelah Teteh melahirkan anak, tidak hanya satu, tiga orang anak laki-laki.
Setelah Saya hubungi Teteh via pesan whatsapps, Teteh pun bercerita singkat, Azmi Dzaki Al-Ghazali lahir di tahun 2006, satu tahun setelah Teteh menikah, lalu Azka Fikri Al-Bukhari lahir di tahun 2009, kemudian Si Kecil Azri Dzikri Al-Farisi pada tahun 2013.
Si Sulung Azmi biasa dipanggil Kakak, dia anak yang cerdas dan sangat dewasa untuk anak seusianya, dia lebih sering mengalah untuk adik-adiknya, walaupun memang tak jarang terjadi pertengkaran diantara mereka, maklum anak-anak.
Azka Si Anak kedua ingin dipanggil Aa, ini cukup membuat keluarga bingung, selain nama Aa sudah dipakai oleh Aa gym, di keluarga kami pun sudah terbiasa memanggil suami Teteh sebagai Aa. Azka ini anaknya sangat cerdas tapi sangat keras dan tempramental, sering terlibat adu fisik dengan Kakaknya, kakaknya lebih sering mengalah. Mudah-mudahan dengan bertambahnya usia, sikap kerasnya bisa lebih terkendali.
Terakhir Si Bungsu Azri mau tak mau dipanggil Dede karena usianya paling muda, tapi meskipun paling muda dia sudah mulai memperlihatkan kecerdasannya. Sudah bisa Adzan meskipun belum jelas pelafalannya, menyebutkan nama-nama binatang dan suara-suaranya, bahkan menirukan shalat.
Dengan bertambahnya anggota keluarga ini maka perubahan gelar pun dimulai. Bapa kini menjadi Kakek, Mamah berubah menjadi Nenek, Teteh menjadi Umi, Si Aa karena rebutan dengan anaknya Azka maka berubah menjadi Abi, opi menjadi Bi Opi, Salma pun menjadi Bi Salma. Semantara Saya …
“Paman??.”
“Bukan dong.”
“Mamang??.”
“Bukaann, tapi Uncle dibaca angkel,.” kadang dibaca secara harfiah juga sih uncle.
Ketika Azmi kecil sudah bisa berinteraksi dan mulai bisa membedakan orang disekitarnya, Saya mendoktrin dia agar memanggil Saya dengan sebutan Uncle, Ayahnya tidak setuju selalu saja memanggil Saya Mamang, tapi dengan keuletan dan waktu yang lumayan lama, akhirnya perlahan seluruh keluarga setuju memanggil Saya Uncle, usaha Saya terbayarkan.
Itulah keluarga kecil Teteh, sementara keluarga kecil Saya masih dirintis, do’akan mudah-mudahan segera dipertemukan dengan tulang rusukku yang masih bersembunyi, aamiin.
Keluarga adalah mereka yang hidup dibawah satu atap
Ada tiga buah atap yang Saya tinggali saat ini, selain atap rumah orang tua Saya di Banjaran yang jarang Saya tinggali, ada atap kosan yang sering Saya gunakan untuk bermalam, dan atap studio tempat Saya bekerja.
Kosan, tak banyak yang bisa Saya ceritakan tentang kosan, 5 buah kamar yang tersedia sudah terisi 4 buah, berangkat kerja pukul 7 pagi dan pulang terkadang jam 9 malam membuat Saya jarang berinteraksi dengan penghuni lain. Bahkan dengan ibu kost pun hanya bertemu di akhir bulan ketika harus menunaikan kewajiban bulanan. Kehidupan kota memang seperti itu, Saya beralasan.
Studio, pembahasan untuk studio harus Saya tulis di bab khusus karena begitu banyak penghuninya dengan berbagai karakter sehingga akan terlalu panjang untuk dibahas disini.
Seperti itulah cerita tentang keluarga Saya bila merujuk pada kesimpulan dari definisi yang dibuat oleh para ahli. Sementara itu, keluarga menurut Saya adalah mereka yang memiliki keterikatan emosional meskipun sangat sederhana, misalkan sekedar sayang, hormat ataupun peduli. Bagaimanakah definisi keluarga menurut Kamu? Dan seperti apakah keluarga kamu ?.


Dihujani hujan

Bandung, 12 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar