Ketika membaca
judul diatas hal yang terlintas di pikiran Saya adalah sebuah pertanyaan, Apa
sebenarnya keluarga itu?. Setelah Saya coba membaca artikel di wikipedia, Saya
bisa menyimpulkan bahwa keluarga itu adalah suatu unit kecil dalam masyarakat
yang terhubung dan saling membutuhkan, mereka hidup dibawah satu atap. Hubungan
tersebut bisa berupa hubungan darah, pernikahan, dan pengangkatan, mereka
berinteraksi satu sama lain.
Lalu bagaimana
dengan keluargaku?, Saya sebagai pemeran utama dalam tulisan ini akan mencoba
menceritakan keluarga Saya dan segala keunikannya kepada kalian,
bersiap-siaplah.
Saya harus
membawa kalian terbang jauh ke rumah Saya di Margahurip-Banjaran Kabupaten
Bandung, cek Google Maps bila perlu.
Saya
menghabiskan masa kecil disana, Saya lahir dari sebuah keluarga kecil dengan D.
Sutisman sebagai Ayah biasa dipanggil Bapa, dan seorang Ibu bernama Juariyah
biasa dipanggil Mamah.
Bapak adalah
seorang yang sangat tegas terkadang keras, Bapak juga sangat menyukai seni,
dari mulai seni musik, tarik suara, tari bahkan menggambar. Sewaktu masih muda
Bapak senang berkesenian terutama seni tradisional seperti pencak silat,
ngawih, nembang, bahkan sampai pernah jadi sinden saweran. Bisa dibilang darah
seni yang ada di diri Saya berasal dari Bapak, kalau untuk jadi sinden saweran sih Saya belum sanggup, Saya lebih
senang menggambar.
Bapak juga
sangat menyukai berkebun dan memelihara binatang, pada masa kejayaannya rumah
kami dipenuhi dengan berbagai macam binatang dan beraneka ragam tanaman yang
berada di halaman belakang rumah.
Sementara Mamah
adalah sosok yang sangat lembut, dan perasa. Beliau adalah wanita paling rajin
di rumahku, tiap pagi menyiapkan kebutuhan kami sekeluarga sehari-hari, dan
kelebihan Mamah yang paling luar biasa adalah masakan Mamah sangat enak, kalian
harus mencobanya kapan-kapan.
Saya juga harus
mengenalkan kepada kalian, di keluargaku sebelum Saya lahir sudah ada yang
lebih duluan lahir namanya Santi
Sutisman biasa dipanggil Teteh, dia adalah sosok seorang muslimah yang sangat
ingin membahagiakan kedua orang tua. Iya, orang tua dia juga orang tua Saya kok.
Dan tentu saja
anggota keluarga terakhir adalah Saya, Anak laki-laki satu-satunya, nama Saya?
Tidak usah dibahas. Paling ganteng, paling nakal, penakut tapi pinter, bagian
pinter itu bukan Saya yang bilang lho,
itu kata orang yang sengaja Saya tulis biar
Saya punya sisi positif.
Dari kecil Saya
memang senang menggambar, besar diasuh oleh tontonan kartun di televisi, tidak
berhenti menggambar bahkan sampai hari ini. Hobby Saya ini pun akhirnya menjadi
profesi ketika tahun 2013 Saya diterima sebagai ilustrator 2D di sebuah studio
game di Bandung bernama Oray Studio. Sekarang Saya sedang senang menulis, lebih
tepatnya mengetik di keyboard untuk menuangkan pemikiran Saya kedalam bentuk
teks.
Saya bertahan
menjadi anak bungsu sampai awal tahun 1995, saat itulah adik pertama Saya lahir
Rofi’urrohmah Sutrisman biasa dipanggil Opi.
“Apa? Roti..??,
Bagus yaa namanya Roti.”
“bukan… Rofi.”
“Rompi..??.”
“Bukaannn…
Rofi.”
Paman Saya
sempat kebingungan menyebutkan nama adik Saya yang satu ini ketika pertama kali
diperkenalkan kepada keluarga besar Mamah, itulah sebabnya sampai sekarang nama
kontak dia di handphone Saya adalah
Roti.
Rofi juga
seorang muslimah yang sangat ingin membahagiakan orang tuanya, menjadikan Mamah
dan Teteh sebagai role model awal,untungnya
tidak menjadikan Saya sebagai role model.
kini dia sudah kuliah di jurusan PGSD UPI, ketika Saya hubungi via pesan whatsapps
dia mengaku sudah di semester 6, apa mau dikata, Saya tidak bisa menyanggahnya.
Rofi sangat
senang menulis, entah darimana minat itu pertama kali muncul. Salah satu
tulisannya berhasil masuk kompilasi cerpen indi, Saya bangga. Saya pun sedang
menekuni hal yang sama, entah siapa yang ketularan atau menularkan pertama kali,
tapi sisi positifnya Saya jadi memiliki seorang teman sekaligus saingan yang
bisa diajak berbagi dan berlomba untuk urusan menulis.
Posisi Rofi
sebagai anak bungsu pun tidak bertahan lama, lima tahun kemudian gelar bungsu
diambil alih oleh Salma Nursabila biasa dipanggil De Salma, dia pun menambahkan
kata Sutrisman pada namanya sendiri ketika mengetahui saudara-saudarinya
memiliki kata itu di akhiran nama mereka.
Salma sangat
cengeng gampang menangis, cerewet, tapi setiap kali beradu argumen selalu
berakhir dengan air mata. Mungkin dengan bertambahnya usia, intensitas menangis
pun jadi berkurang, sekarang Salma duduk di bangku kelas 3 Tsanawiyyah, dia
sedang asyik menikmati masa remajanya dengan berbagai aktivitas sekolah
terutama ekskul marching band, dia
selalu bersemangat setiap kali menceritakan ekskul
yang diikutinya itu tampil di luar kota.
Tak apalah
posisi bungsu direbut Salma, setidaknya posisi anak paling ganteng masih
dipegang Saya.
Keluarga
terhubung dalam hubungan pernikahan.
Anggota
keluarga baru pun muncul, pada tahun 2005 Teteh menikah dengan teman sekelasnya
semasa masih di Aliyah, Solehudin namanya kami biasa memanggilnya Aa. Saat ini
beliau bertugas di MAN 1 Ujung berung sebagai tenaga pengajar.
Posisiku
sebagai anak paling ganteng pun mulai terancam, apalagi setelah Teteh
melahirkan anak, tidak hanya satu, tiga orang anak laki-laki.
Setelah Saya
hubungi Teteh via pesan whatsapps,
Teteh pun bercerita singkat, Azmi Dzaki Al-Ghazali lahir di tahun 2006, satu
tahun setelah Teteh menikah, lalu Azka Fikri Al-Bukhari lahir di tahun 2009,
kemudian Si Kecil Azri Dzikri Al-Farisi pada tahun 2013.
Si Sulung Azmi
biasa dipanggil Kakak, dia anak yang cerdas dan sangat dewasa untuk anak
seusianya, dia lebih sering mengalah untuk adik-adiknya, walaupun memang tak
jarang terjadi pertengkaran diantara mereka, maklum anak-anak.
Azka Si Anak
kedua ingin dipanggil Aa, ini cukup membuat keluarga bingung, selain nama Aa
sudah dipakai oleh Aa gym, di keluarga kami pun sudah terbiasa memanggil suami
Teteh sebagai Aa. Azka ini anaknya sangat cerdas tapi sangat keras dan
tempramental, sering terlibat adu fisik dengan Kakaknya, kakaknya lebih sering
mengalah. Mudah-mudahan dengan bertambahnya usia, sikap kerasnya bisa lebih
terkendali.
Terakhir Si
Bungsu Azri mau tak mau dipanggil Dede karena usianya paling muda, tapi
meskipun paling muda dia sudah mulai memperlihatkan kecerdasannya. Sudah bisa
Adzan meskipun belum jelas pelafalannya, menyebutkan nama-nama binatang dan
suara-suaranya, bahkan menirukan shalat.
Dengan
bertambahnya anggota keluarga ini maka perubahan gelar pun dimulai. Bapa kini
menjadi Kakek, Mamah berubah menjadi Nenek, Teteh menjadi Umi, Si Aa karena
rebutan dengan anaknya Azka maka berubah menjadi Abi, opi menjadi Bi Opi, Salma
pun menjadi Bi Salma. Semantara Saya …
“Paman??.”
“Bukan dong.”
“Mamang??.”
“Bukaann, tapi Uncle dibaca angkel,.” kadang dibaca
secara harfiah juga sih uncle.
Ketika Azmi
kecil sudah bisa berinteraksi dan mulai bisa membedakan orang disekitarnya,
Saya mendoktrin dia agar memanggil Saya dengan sebutan Uncle, Ayahnya tidak setuju selalu saja memanggil Saya Mamang, tapi
dengan keuletan dan waktu yang lumayan lama, akhirnya perlahan seluruh keluarga
setuju memanggil Saya Uncle, usaha
Saya terbayarkan.
Itulah keluarga
kecil Teteh, sementara keluarga kecil Saya masih dirintis, do’akan
mudah-mudahan segera dipertemukan dengan tulang rusukku yang masih bersembunyi,
aamiin.
Keluarga
adalah mereka yang hidup dibawah satu atap
Ada tiga buah
atap yang Saya tinggali saat ini, selain atap rumah orang tua Saya di Banjaran
yang jarang Saya tinggali, ada atap kosan
yang sering Saya gunakan untuk bermalam, dan atap studio tempat Saya bekerja.
Kosan, tak
banyak yang bisa Saya ceritakan tentang kosan,
5 buah kamar yang tersedia sudah terisi 4 buah, berangkat kerja pukul 7 pagi
dan pulang terkadang jam 9 malam membuat Saya jarang berinteraksi dengan
penghuni lain. Bahkan dengan ibu kost pun
hanya bertemu di akhir bulan ketika harus menunaikan kewajiban bulanan.
Kehidupan kota memang seperti itu, Saya beralasan.
Studio,
pembahasan untuk studio harus Saya tulis di bab khusus karena begitu banyak
penghuninya dengan berbagai karakter sehingga akan terlalu panjang untuk
dibahas disini.
Seperti itulah
cerita tentang keluarga Saya bila merujuk pada kesimpulan dari definisi yang
dibuat oleh para ahli. Sementara itu, keluarga menurut Saya adalah mereka yang
memiliki keterikatan emosional meskipun sangat sederhana, misalkan sekedar
sayang, hormat ataupun peduli. Bagaimanakah definisi keluarga menurut Kamu? Dan
seperti apakah keluarga kamu ?.
Dihujani hujan
Bandung, 12 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar