Selasa, 02 Februari 2016

Jalu





Sore itu Aku sedang asyik memindah-mindah saluran TV berharap ada acara yang cukup seru untuk ditonton, Robo Rider belum tayang masih satu jam lagi. Mamah sedang sibuk didapur sepertinya sedang masak, Aku tidak yakin. Bapak ada di halaman belakang rumah mungkin sedang memberi makan ayam dan bebek peliharaannya, Aku tidak perduli.
"Man !!,Bantuin Si Bapak tuhpegangin si Jalu," tiba-tiba saja Mamah sudah ada disampingku.
"Pegangin Si Jalu ?," beribu tanya tiba-tiba saja muncul dipikiranku saking banyaknya sampai membuat Aku bingung harus bertanya apa lagi pada Mamah. Aku bergegas menuju halaman belakang untuk mencari tahu.

Di halaman belakang Bapak sedang jongkok, bukan sedang memberi makan ayam dan bebek,  tangan kanannya memegang gagang pisau sementara jari tangan kirinya berada diatas bilah pisau.
"SRAAKK SREEKKK ... SRAAKK SREEKKK," suara bilah pisau bergesekan dengan batu asahan, sesekali Bapak membersihkan bilah pisau dengan air, matanya menyipit melihat ke arah bilah pisau memastikan pisau sudah cukup tajam untuk digunakan atau tidak, Aku terdiam.
"Sini...," kata Bapak singkat. Artinya Aku harus segera mendekat dan mematuhi apa yang akan Bapak perintahkan, ketidakpatuhan bisa berakibat sanksi minimal disuruh berdiri berjam-jam atau pada tingkatan tertentu bisa mendapatkan beberapa sentilan, tentu saja sentilan Bapak berbeda dengan sentilan Mamah, Aku tidak mau mengambil resiko, Aku memilih untuk manut saja.
Bapak mendekati kandang ayam, Aku menyusul. Kandang itu terbuat dari kayu-kayu bekas Bapak sendiri yang buat, tidak bagus memang namun cukup kokoh untuk tempat tinggal beberapa ekor ayam yang Bapak pelihara. Bapak membuka salahsatu pintu kandang yang terkunci, tangannya merogoh masuk, seekor ayam ditangkap. Si Jalu.
Pegangin,” kata Bapak, tangan kananku segera menggengam kedua kaki Si Jalu sedangkan tangan kiriku memegang kedua sayapnya. Ini bukan kali pertama Aku membantu Bapak menyembelih ayam, Aku cukup berpengalaman untuk hal ini.
“Aku memelihara kamu dari masih kecil,” kata Bapak ke Si Jalu sambil mengelus2 jengger si Jalu yang merah.
“Tapi sayangnya kamu nakal, suka berantem sama ayam tetangga,” Aku diam saja, kalau Aku berantem sama anak tetangga bisa jadi bernasib seperti Si Jalu, Aku mulai cemas.
“Yang ikhlas yaa Jalu,” Bapak menarik nafas lalu terdiam sejenak, bilah pisau sudah menempel di leher Jalu, entah apa yang ada di pikiran Jalu saat ini.
“Bismillahi Allohu Akbar .. ,” bisik Bapak dalam do’a untuk Si Jalu. Pisau bergerak, satu kali sayat saja tenggorokan dan kerongkongan Jalu telah terpotong. Jalu meronta melawan sakit, darah membuncah mengalir ke tanah sementara Aku sekuat tenaga menahan agar Jalu tidak terlepas.
Pisau masih menempel di leher Jalu, Bapak mulai membuat sayatan melingkar kebelakang leher Si Jalu. Fungsinya untuk memotong urat-urat syaraf yang terhubung dengan otak agar proses kematian bisa lebih cepat kata Bapak padaku, dulu. Perlawanan Jalu mulai melemah, nafasnya perlahan menghilang.
Bilah pisau masih menempel di leher Jalu, roh Jalu sepertinya perlahan diangkat ke langit, bulu- bulu Jalu mulai berdiri bergerak seirama seperti supporter bola yang sedang membuat ombak di tribun penonton. Bagian terakhir proses penyembelihan sepertinya akan dimulai, bagian akhir ini adalah bagian yang cukup berbahaya bagiku, posisiku tepat didepan pantat Jalu, tidak, Aku cukup berpengalaman untuk hal ini.
“Croottt !!!,” kaki ku tidak selamat dari tembakan Jalu, Aku lengah. Nafasku tertahan sejenak.

“Nih,“ Bapak memberikan pisau padaku sambil tersenyum. 





Bandung, 01 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar