“Iman lama banget
yaa, Wii…”
Itulah pernyataan
Nisa setelah 10 menit menunggu Iman di pinggir jalan tepat di samping Gang
Buntu, gang masuk menuju rumahku, iya rumah Iman juga lewat situ.
“Bentar lagi
paling,” Aku memandang ke atas langit.
PRAKK!!!..
PRAKK!!! PRAKKK!!! … Aku pukulkan bilah bambu yang Aku pungut dari pinggir
jalan ketika habis menjemput Nisa di rumahnya, Nisa tidak akan bisa main keluar
rumah tanpa Aku, kasian dia. Kasian karena tidak bisa main di luar rumah, tapi
kalau sudah bisa main diluar, keadaanku juetru lebih menyedihkan dari Nisa.
“Mau Wi..?,” Nisa
menyodorkan teh dalam kemasan kotak padaku.
“Makasih Nis,” Aku
menolak dengan halus, malu rasanya selalu ditraktir makanan atau minuman oleh Nisa,
tapi apa daya Aku kehausan, teh dalam kemasan kotak itu pun aku terima.